Laman

Wednesday 20 July 2011

Panduan Puasa Ramadhan Di Bawah Naungan Al-Qur`an Dan As-Sunnah

Tidak terasa Ramadhan segera tiba, puji syukur kehadirat Allah swt semoga rahmak, nikmat dan hidayahnya selalu terlimpah kepada kita semua kaum muslim sehingga Allah swt masih memberikan kesempatan kepada kita untuk berjumpa dan menikmati indahnya ramadhan. Hal yang paling penting jangan sampai kita menjalani ramadhan ini dengan sia-sia karena kita tidak tahu ilmunya. Untuk itu pada kesempatan ini saya mencoba untuk posting beberapa hal yang sangat penting mengenai Ramadhan yang saya ambilkan dari artikel yang di sajikan oleh Ustadz Dzulqarnain Bin Muhammad Sunusi Al-Atsary.

1. Beberapa Perkara Yang Perlu Diketahui Sebelum Masuk Ramadhan. 
  • Tidak boleh berpuasa sehari atau dua hari sebelum Ramadhan dengan maksud berjaga-jaga  jangan sampai Ramadhan telah masuk pada satu atau dua hari itu sementara mereka tidak mengetahuinya. Adapun kalau berpuasa sehari atau dua hari sebelum Ramadhan karena bertepatan dengan kebiasaannya seperti puasa Senin-Kamis, puasa Daud dan lain-lain, maka hal tersebut diperbolehkan. Seluruh hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu riwayat Al-Bukhary dan Muslim, Rasululllah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
    “Jangan kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari kecuali seseorang
    yang biasa berpuasa dengan suatu puasa tertentu maka (tetaplah) ia berpuasa.”
  • Penentuan masuknya bulan adalah dengan cara melihat Hilal. Hilal adalah bulan sabit kecilyang nampak di awal bulan.
    Dan bulan Islam hanya terdiri dari 29 hari atau 30 hari, sebagaimana dalam hadits ‘Abdullah
    bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhu riwayat Al-Bukhary dan Muslim, Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala
    alihi wa sallam tatkala menyebut bulan Ramadhan beliau berisyarat dengan kedua tangannya
    seraya berkata : “Bulan (itu) begini, begini dan begini, kemudian beliau melipat ibu jarinya pada yang ketiga (yaitu sepuluh tambah sepuluh tambah sembilan,-pent.), maka puasalah kalian karena kalian melihatnya (hilal), dan berbukalah kalian karena kalian melihatnya, kemudian apabila bulan
    tertutupi atas kalian maka genapkanlah bulan itu tiga puluh.”

    Maka untuk melihat hilal Ramadhan hendaknya dilakukan pada tanggal 29 Sya’ban setelah
    matahari terbenam. Selang beberapa saat bila hilal nampak maka telah masuk tanggal 1
    Ramadhan dan apabila hilalnya tidak nampak berarti bulan Sya’ban digenapkan 30 hari dan
    setelah tanggal 30 Sya’ban secara otomatis besoknya adalah tanggal 1 Ramadhan.
  • Apabila hilal telah terlihat pada satu negeri maka diharuskan bagi seluruh negeri di dunia
    untuk berpuasa. Ini merupakan pendapat Jumhur ‘Ulama yang bersandarkan kepada surat Al-
    Baqaroh ayat 185 :
    “Maka barangsiapa dari kalian yang menyaksikan bulan, hendaknya ia berpuasa.”
    Dan juga dari hadits Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma riwayat Al-Bukhary dan Muslim
    yang tersebut di atas dan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma riwayat Al-Bukhary dan
    Muslim, Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam :
    “Berpuasalah kalian karena melihatnya dan berbukalah kalian karena melihatnya dan apabila
    bulan tertutup atas kalian maka sempurnakanlah tiga puluh.”
    Ayat dan dua hadits di atas adalah pembicaraan yang ditujukan kepada seluruh kaum
    muslimin di manapun mereka berada di belahan bumi ini, wajib atas mereka untuk berpuasa
    tatkala ada dari kaum muslimin yang melihat hilal.
2. Niat Dalam Puasa 
  • Tidak diragukan bahwa niat merupakan syarat syahnya puasa dan syarat syahnya seluruh
    jenis ibadah lainnya sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasululllah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala
    alihi wa sallam dalam hadits ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu riwayat Al-Bukhary dan
    Muslim :
    “Sesungguhnya setiap amalan hanyalah tergantung pada niatnya dan setiap orang hanyalah
    mendapatkan apa yang ia niatkan.”

    Karena itu hendaknyalah seorang muslim benar-benar memperhatikan masalah niat ini yang
    menjadi tolak ukur diterima atau tidaknya amalannya. Seorang muslim tatkala akan berpuasa
    hendaknya berniat dengan sungguh-sungguh dan bertekad untuk berpuasa ikhlash karena
    Allah Ta’ala.
  • Niat tempatnya di dalam hati dan tidak dilafadzkan. Hal ini dapat dipahami dari hadits di atas. 
  • Diwajibkan bagi orang yang akan berpuasa untuk berniat semenjak malam harinya yaitu
    setelah matahari terbenam sampai terbitnya fajar subuh.
  • Dan kewajiban berniat dari malam hari ini umum pada puasa wajib maupun puasa sunnah
    menurut pendapat yang paling kuat di kalangan para ‘ulama.
  • Dan tidak dibenarkan berniat satu kali saja untuk satu bulan bahkan diharuskan berniat setiap
    malam menurut pendapat yang paling kuat.

    Tiga point terakhir berdasarkan perkataan Ibnu ‘Umar dan Hafshoh radhiyallahu ‘anhuma yang
    mempunyai hukum marfu’ (sama hukumnya dengan hadits yang diucapkan langsung oleh
    Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam) dengan sanad yang shohih :
    “Siapa yang tidak berniat puasa dari malam hari maka tidak ada puasa baginya.” 
  • Apabila telah pasti masuk 1 Ramadhan dan berita tentang hal itu belum diterima kecuali pada
    pertengahan hari, maka hendaknyalah bersegera berpuasa sampai maghrib walaupun telah
    makan atau minum sebelumnya dan tidak ada kewajiban qodho` atasnya sebagaimana dalam
    hadits Salamah Ibnul Akwa’ riwayat Al-Bukhary dan Muslim, beliau berkata :
    “Rasululllah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam mengutus seorang laki-laki dari Aslam
    pada hari ‘Asyuro` (10 Muharram,-pent.) dengan memerintahkannya untuk mengumumkan
    kepada manusia siapa yang belum berpuasa maka hendaklah ia berpuasa dan siapa yang
    telah makan maka hendaknya dia sempurnakan puasanya sampai malam hari.”
3. Waktu Pelaksanaan Puasa 
  • Waktu puasa bermula dari terbitnya fajar subuh dan berakhir ketika matahari terbenam. Allah
    Subhanahu wa Ta’ala menyatakan dalam surah Al-Baqaroh ayat 187 :
    “Dan makan dan minumlah kalian hingga nampak bagi kalian benang putih dari benang hitam
    yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.”
 4. Makan Sahur 
  • Makan sahur adalah suatu hal yang sangat disunnahkan dalam syari’at Islam menurut kesepakatan para ulama. Hal itu karena Rasululllah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam
    sangat menganjurkannya dan mengabarkan bahwa pada sahur itu terdapat berkah bagi
    seorang muslim di dunia dan di akhirat sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik riwayat Al-
    Bukhary dan Muslim :
     “Bersahurlah kalian karena sesungguhnya pada sahur itu ada berkah.” Bahkan beliau menjadikan sahur itu sebagai salah satu syi’ar (simbol) Islam yang sangat
    agung yang membedakan kaum muslimin dari orang–orang yahudi dan nashroni, beliau
    bersabda dalam hadits ‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu riwayat Muslim : “Pembeda antara puasa kami dan puasa ahlul kitab adalah makan sahur.” 
  • Dan juga disunnahkan mengakhirkan sahur sampai mendekati waktu adzan subuh, sebagaimana Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam memulai makan sahur dalam
    selang waktu membaca 50 ayat yang tidak panjang dan tidak pula pendek sampai waktu
    adzan sholat subuh. Hal tersebut dinyatakan dalam hadits Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu
    riwayat Al-Bukhary dan Muslim :

    “Kami bersahur bersama Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam kemudian kami
    berdiri untuk sholat. Saya berkata (Anas bin Malik yang meriwaytkan dari Zaid,-pent.) :
    “Berapa jarak antara keduanya (antara sahur dan adzan)?”. Ia menjawab : “Lima puluh
    ayat”.
  • Dan dari hadits di atas, juga dapat dipetik kesimpulan akan disunnahkannya makan sahur
    secara bersama.
  • Dan sebaik-baik makanan yang dipakai bersahur oleh seorang mu’min adalah korma. Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu riwayat Abu Dawud dengan sanad
    yang shohih, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda : “Sebaik-baik sahur seorang mu’min adalah korma.”
  • Batas akhir bolehnya makan sahur sampai adzan subuh, apabila telah masuk adzan subuh
    maka hendaknya menahan makan dan minum. Hal ini sebagaimana yang dipahami dari ayat
    dalam surah Al Baqoroh ayat 187 : “Dan makan dan minumlah kalian hingga nampak bagi kalian benang putih dari benang hitam yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.” 
  • Apabila telah yakin akan masuk waktu subuh dan seseorang sedang makan atau minum maka
    hendaknyalah berhenti dari makan dan minumnya. Ini merupakan fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah
    yang diketuai oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah, Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’iy
    dan beberapa ulama lainnya berdasarkan nash ayat di atas. Adapun hadits Abu Daud, Ahmad
    dan lain-lainnya yang menyebutkan bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam
    bersabda :
    “Apabila salah seorang dari kalian mendengar panggilan (adzan) dan bejana berada di
    tangannya maka janganlah ia meletakkannya sampai ia menyelesaikan hajatnya (dari bejana
    tersebut).”
    Hadits ini adalah hadits yang lemah sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Abu Hatim. Baca
    Al-‘Ilal 1/123 no 340 dan 1/256 no 756 dan An-Nashihah Vol. 02 rubrik Hadits.
    Dan andaikata hadits ini shohih maka maknanya tidak bisa dipahami secara zhohir-nya tapi
    harus dipahami sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Al-Baihaqy dalam Sunanul Kubra
    4/218 bahwa yang diinginkan dari hadits adalah ia boleh minum apabila diketahui bahwa si
    muadzdzin mengumandangkan adzan sebelum terbitnya fajar shubuh, demikianlah menurut
    kebanyakan para ‘ulama. Wallahu A’lam.
  • Apabila seeorang ragu apakah waktu subuh telah masuk atau tidak, maka diperbolehkan
    makan dan minum sampai ia yakin bahwa waktu subuh telah masuk.
    Hal ini berdasarkan firman Allah :
    Majalah An-Nashihah Vol. 7 (1425/2008) 4
    “Dan makan dan minumlah kalian hingga nampak bagi kalian benang putih dari benang hitam
    yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.” (QS. Al-Baqaroh ayat
    187)
    Ayat ini memberikan pengertian apabila fajar subuh telah jelas nampak maka harus berhenti
    dari makan dan minum, adapun kalau belum jelas nampak seperti yang terjadi pada orang
    yang ragu di atas masih boleh makan dan minum. 
5. Berbuka Puasa.
  • Waktu berbuka puasa adalah ketika siang beranjak pergi dan matahari telah terbenam dan
    malampun menyelubunginya. Hal ini berdasarkan firman Allah Jalla Jalaluhu : dalam
    “Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.” (QS. Al-Baqaroh ayat 187)

    Dan diantara sekian banyak hadits yang menjelaskan tentang hal ini, adalah hadits Umar bin
    Khaththab riwayat Al-Bukhari dan Muslim, Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
    “Apabila malam telah datang dan siang beranjak pergi serta matahari telah terbenam maka
    orang yang berpuasa telah waktunya berbuka.”
  • Disunnahkan mempercepat berbuka puasa ketika telah yakin bahwa waktunya telah masuk,
    karena manusia akan tetap berada di dalam kebaikan selama mereka mempercepat berbuka
    puasa sebagaimana yang dinyatakan oleh Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits
    Sahl bin Sa’d As-Sa’idy Radhiyallahu 'anhu riwayat Al-Bukhari dan Muslim :
    “Terus-menerus manusia berada di dalam kebaikan selama mereka mempercepat berbuka
    puasa.”

    Bahkan Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa sallam menganggap mempercepat berbuka puasa
    sebagai salah satu sebab tetap nampaknya agama ini, sebagaimana dalam hadits Abu
    Hurairah Radhiyallahu 'anhu riwayat Ahmad, Abu Daud dan lain-lainnya dengan sanad yang
    hasan, beliau menegaskan :
    “Terus-menerus agama ini akan nampak sepanjang manusia masih mempercepat buka
    puasa karena orang-orang Yahudi dan Nashoro mengakhirkannya.”
  • Dan Nabi Shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam berbuka puasa sebelum sholat Maghrib
    dengan memakan ruthob (kurma kuning yang mengkal dan hampir matang) dan apabila beliau
    tidak menemukan ruthob maka beliau berbuka dengan korma (matang) jika tidak menemukan
    korma maka beliau berbuka dengan beberapa teguk air.
    Hal ini berdasarkan hadits Anas bin Malik riwayat Abu Dawud dengan sanad hasan Rasulullah
    Shollallahu 'alaihi wa sallam beliau berkata :
    “Adalah Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam berbuka dengan beberapa biji
    ruthob sebelum sholat, apabila tidak ada ruthob maka dengan beberapa korma,dan kalau
    tidak ada korma maka dengan beberapa teguk air.
  • Dan disunahkan memperbanyak do’a ketika berbuka, karena waktu itu merupakan salah satu
    tempat mustajabnya (diterimanya) do’a sebagaimana dalam hadits yang shohih dari seluruh
    jalan-jalannya.
  • Merupakan suatu amalan yang sangat mulia dan mendapatkan pahala yang besar apabila seseorang memberikan makanan buka puasa pada saudaranya yang berpuasa.
    Hal ini berdasarkan hadits Zaid bin Khalid Al-Juhany Radhiyallahu 'Anhu riwayat Ahmad, At-
    Tirmidzy, Ibnu Majah dan lain-lainnya dengan sanad yang shohih Rasulullah Shollallahu 'alaihi
    wa 'ala alihi wa sallam bersabda : Majalah An-Nashihah Vol. 7 (1425/2008) 9 “Siapa yang memberikan makanan buka puasa pada orang yang berpuasa maka baginya
    pahala seperti pahala orang yang berpuasa tersebut tanpa mengurangi pahala orang yang
    berpuasa sedikitpun.”
Semoga bermanfaat bagi yang posting dan yang membaca.. Amin..3x.. :)
Source:Klick Here 

No comments:

Post a Comment