Laman

Friday, 6 August 2010

Madu Obat Batuk Alami

Batuk, bersin, hidung meler, pilek dan infeksi paru-paru lainnya sangatlah umum pada musim pancaroba yang sulit ditebak saat ini.
Untuk melawannya, banyak orang menelan pil dan sirup, yang dipercaya  dapat menyembuhkan masalah hidung, meringankan sakit tenggorokan, mengurangi batuk dan meningkatkan kualitas tidur.


Namun bukti lebih lanjut menunjukkan bahwa obat-obatan tidak selalu ampuh. Lebih buruk lagi, berbagai obat memiliki efek samping yang tidak baik, bahkan berbahaya, terutama untuk anak kecil.
Itu sebabnya, banyak dokter sekarang ini menganjurkan resep kuno untuk pasien batuk mereka, yakni madu.


"Madu telah digunakan selama ratusan tahun sebagai pengobatan tradisional pada berbagai tempat di dunia. Kami pikir, akan sangat beralasan untuk mengujinya” kata Ian Paul, seorang dokter anak di Rumah Sakit Pennsylvania State University, Hershey, Amerika Serikat.



Batuk yang Membandel


Paul termotivasi untuk mencoba madu, karena  dewasa ini, mengobati batuk pada anak telah menjadi persoalan umum. 

Batuk merupakan cara tubuh untuk membersihkan saluran udara yang teriritasi, dan membantu bernafas.
Tetapi, batuk yang terlalu banyak, dapat menimbulkan iritasi pada paru-paru dan tenggorokan yang lebih parah. Pembersihan ini juga mengganggu tidur, yang sangat dibutuhkan dalam proses penyembuhan. Untuk meringankan penderitaan anak-anak mereka, orang tua sering kali memberikan obat batuk dalam bentuk sirup.


Pada 1997, Akademi Dokter Anak Amerika memperingatkan bahwa Codeine Dan
dextromethorphan (DM), yakni dua dari empat bahan umum pada obat batuk, tidak menyembuhkan sakit yang diderita anak. Codeine and DM hanya bekerja untuk memblokade pesan batuk dari otak ke tubuh.


Obat yang tidak bekerja, berperan buruk bagi kesehatan. Obat batuk dan pilek juga dapat menyebabkan efek samping yang serius, termasuk kantuk, hiperaktif, halusinasi, pusing, muntah, jantung berdebar dan lainnya. Ratusan anak berakhir di rumah sakit setiap tahunnya. Beberapa diantaranya bahkan meninggal  setelah tanpa sengaja meminum obat batuk yang berlebihan.


Uji Coba Obat


Karena frustasi akan kurangnya kajian terhadap obat, Paul memutuskan untuk mencobanya sendiri. Beberapa tahun yang lalu, Paul dan teman kuliahnya merancang studi yang melibatkan 100 anak-anak, yang mengalami batuk dan gejala pilek lainnya. Semuanya berumur diantara 2 - 18 tahun.


Peneliti membagi anak-anak menjadi 3 kelompok. Sebelum tidur, 1 kelompok anak-anak meminum sirup yang mengandung DM.
Kelompok ke 2, menerima sirup yang mengandung bahan obat batuk umum bernama diphenhydramine (DPH).
Kelompok ke 3 meminum sirup placebo, yakni sirup biasa tanpa kandungan obat. Pada eksperimen medis, obat palsu ini disebut placebo. Dengan membandingkan pasien yang memium obat sungguhan dan mereka yang meminum placebo, dokter dapat melihat efektivitas dari obat.
Baik anak-anak dan orang tua semuanya tidak mengetahui mengenai sirup-sirup yang diminum tersebut.
Orang tua menjawab 5 pertanyaan tentang gejala anak-anak mereka, pada malam sebelum  dan sesudah sirup diminum. Hasil menunjukkan, anak-anak yang menerima sirup tanpa obat medis mengalami peningkatan kondisi yang sama dengan mereka yang meminum obat medis.
Paul dan teman-temannya mempublikasikan hasil tersebut pada tahun 2004.

 Akhir Oktober, Badan Makanan dan Obat-Obatan Amerika mengevaluasi semua data, termasuk hasil penelitian Paul, dan memutuskan bahwa orang tua seharusnya tidak memberikan obat batuk kepada anak-anak dibawah usia 6 tahun.
Pada waktu yang sama, perusahaan obat-obatan menghentikan penjualan bahan tersebut untuk konsumsi anak-anak.

 Paul mengetahui bahwa berita tersebut akan membuat orang tua cemas. Dia pun merasakan hal yang sama.
"Sangat sulit bagi saya, sebagai seorang dokter, untuk memberitahu orang-orang bahwa obat tidak lebih baik dari placebo (bukan obat), karena mereka tidak punya solusi yang lain,” katanya.


Pada pencariannya, Paul menemukan efek penyembuhan madu. Ribuan tahun yang lalu, Dokter di Mesir, misalnya, menggunakan madu untuk mengobati luka, batuk dan sakit sendi.

 Paul juga menemukan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia merekomendasikan madu sebagai obat pelega tenggorokan, walaupun tidak ada bukti sains mengenai keefektifannya.
"Madu tidak membahayakan, mengapa tidak mencari tahu bila madu dapat membantu?

" pikir Paul.
Dia merancang penelitian berikutnya sama seperti yang sebelumnya. Pada waktu tidur, 105 anak-anak yang sakit dibagi menjadi 3 kelompok, yakni meminum sirup DM, meminum madu Buckwheat, dan tanpa penanganan.
Kali ini, survei menunjukkan anak-anak yang menelan 2 sendok teh madu Buckwheat, tidur lebih baik dan mengalami lebih sedikit batuk dibandingkan 2 kelompok lainnya. Orang tua mereka tidur lebih nyenyak juga.


Tapi yang patut diperhatikan, madu tidak aman untuk anak di bawah 1 tahun karena bisa menyebabkan botulisme. Namun hasil penelitian meyakinkan Paul untuk merekomendasikan madu dengan khasiat mengurangi batuk bagi anak di atas 1 tahun.


"Ketika orang tua ingin memberi sesuatu pada anak-anaknya, madu tampaknya merupakan pilihan terbaik,"

 kata Paul.

Kenapa madu?


Orang-orang berpikir bahwa madu adalah pengganti gula yang enak pada teh, pemanis di atas peanut butter dan sandwich pisang. Jadi apa yang menjadikan pemanis ini memiliki efek penyembuhan? 


"Pada satu sisi, kekentalan madu membantu melapisi dan melegakan tenggorokan," kata Katherine Beals,  seorang pakar makanan di University of Utah, Salt Lake City.
Katherine juga menjabat sebagai konsultan nutrisi untuk Badan Madu Nasional, grup pendukung madu, yang membiayai penelitian Paul terakhir.
"Antioksidan yang terkandung dalam madu mungkin juga menjadi jawaban," ujar Beals. Antioksidan  ditemukan juga pada makanan seperti blueberry (sejenis arbei), bayam dan cokelat. Antioksidan ini mampu melindungi sel kita dari kerusakan.


Hasil kajian menunjukkan bahwa setelah meminum madu, tingkat antioksidan pada tubuh mengalami peningkatan. Semua madu mengandung antioksidan, tetapi tipe madu tertentu mengandung antioksidan dalam jumlah yang lebih banyak daripada yang lain. 


"Ada lebih dari 300 tipe madu," kata Beals.
Menurutnya warna, aroma dan manfaat kesehatan tergantung pada tipe bunga yang lebah madu hinggapi. 

Kebanyakan madu, yang dibeli di toko grosir di Amerika Serikat, dibuat oleh madu yang hinggap di pohon semanggi. Madu yang lebih gelap, seperti tipe buckwheat yang digunakan Paul pada penelitiannya, umumnya punya antioksidan yang lebih tinggi dibanding yang lebih encer, termasuk tipe semanggi.
Madu memiliki efek kesehatan yang lain. Setidaknya, beberapa jenis madu mampu membunuh mikroba yang menginfeksi. Satu jenis madu dari Selandia Baru telah terbukti baik untuk digunakan pada luka, dengan dioleskan pada kulit. Menurut Beals, tidak ada bukti bahwa mengkonsumsi madu akan mencegah pilek.
"Tetapi jika tenggorokanmu sakit dan mengalami batuk secara terus menerus, madu dapat membuatmu lebih baik. Sedikit pemanis pastinya membuatmu lebih gembira!" jelasnya. (Erabaru/wid)

No comments:

Post a Comment